"Rintik hujan pada malam bisu, menitipkan senyum pada pagi yang sayu..."
Gelitik tangan fajarmu menyadarkanku dari gelap bisu. Ah.. dinginku menggigil serasa memeluk hati. Masih membekas pelukan malam, mungkin embun pagi ini adalah prakata dari kisah tentangmu dan tentangku.
Selalu kau lantunkan puisi indah dengan kicaukan tiap paginya. Terpaku aku karenanya dan kau bertanya, "Mengapa kau diam? Apa kau ingin katakan bosan?". Aku tak bosan, bukakankah bisuku cukup untuk mengatakan bagaimana aku mengagumi indahmu, tiap harinya, tiap paginya.. Aku pikir ini lucu, bertemu kita tiap harinya tanpa saling mengenal. Tapi ini indah, ketika kita tak saling bicara, tetapi saling merasa, mungkin mencinta.
Aku tak bosan mendengarmu bicara tiap harinya meskipun kita tak saling mengerti. Bahasa tak butuh pengertian, lihatlah daun yang menari, setiapnya bergoyang dan tertiup tersampaikan dalam hati yang kusebut kata rindu. Ya, biarlah kau selalu menjadi prolog keseharianku. Biarlah aku menyelami diamku tentang rangkuman kata "indah". Itu untukmu.
Lalu aku tahu ketika kau mulai sayu dengan segala cerita yang tak terselesaikan, bersiap pelukku kepada dingin dan gelap kepergian. Aku tau, aku akan merindumu lagi, untuk yang kesekian kalinya.
Untuk kau mengerti, ini bukan epilog kisah kita. Aku masih akan tetap menulisnya, entah sampai kapan. Karena kau selalu ada, dan karena aku akan selalu merindumu..
No comments:
Post a Comment