"Kau tak perlu tau aku karena kau mungkin tak acuhkanku. Biarlah begitu, karena sewajarnya aku memang tak kau pedulikan. Biarlah aku meneduhkanmu saat kau menghujani dirimu karena beberapa alasan yang tak kau ucapkan, Dan biarlah sejukku menjadi alasanmu untuk tersenyum. Tak kau balas pun aku tak mengapa karena aku tak butuh rasa. Aku hanya seonggok pilar kayu besar yang Tuhan bangun diatas tanah yang biasa ku sebut surga, surga kebohongan.."
Sekali aku pernah mengagumi sebuah keindahan. Keindahan yang aku pun tak harus mengucapkannya walau aku ingin. Terkadang aku ingin diciptakan tanpa kebisuan dan dengannya aku tak harus menulis melody indah untukmu yang harus kusampaikan kepada burung-burung untuk dinyanyikan. Cukup dengan bernyanyi dan berharap kau balas dengan senyuman. Aku tak mengerti ini apa, karena aku tak mengerti sebuah rasa.
Tak cukup aku menceritakanmu dalam rentetan kata-kata indah. Tak cukup juga bila indahmu hanya aku ceritakan lewat kebisuan, karena dalam kebisuan ini aku dan kamu tak saling mengerti. Perlukah dengannya aku harus mengatakan cinta? Dan saat aku bersamamu perlukah aku berjanji untuk selalu bersama? HAHAHA berapa banyak dusta yang kau tabur dalam setiap pengucapannya! Karena tak lama setelahnya pastilah kau menghujan.
Aku tak mengerti mengapa manusia selalu mengucap sebuah kebohongan. Dan mengapa mereka mau untuk menerima sebuah kehobongan. Mungkinkah rasa diciptakan untuk menerima kebohongan? dan cinta diciptakan untuk memperindah sebuah kebohongan? Entahlah, aku tak mengerti. Bahkan jika aku ingin, aku tak bisa. Biarlah aku tercipta seperti ini. Hanya ranting dan lembaran lembaran indah yang menghiasi setiap pucuknya.. tanpa adanya rasa... Ya, tanpa rasa..
Sudah lama bisu ini bertengger pada setiap sela sela ranting yang sekalinya menggugur lewat dedaunan pun mungkin kau tak akan peduli. Tapi biarlah begini, biarlahku selalu mengagumi keindahanmu tanpa harus mengucapnya. Karena aku takut mengucap kebohongan diatas keindahanmu.
Ini cerita tentang kebisuanku. Silahkan kau manusia menertawankanku tapi tak perlu kau mengasihaniku. Kasihanilah dirimu, sampai kapan akan kau lantunkan kebohongan dari mulutmu itu...