"Ini tentangmu yang membekas pada sore hari...."
Sudah sering aku mendengar namamu pada celotehan angin sore. Ya, namamu yang dirindukan oleh daun-daun yang dengannya saling beradu saat kau bisikan pada angin sore. Tak heran mengapa selalu kurindu suasana sore yang mestinya menyisihkan senyuman pada lembaran kapas putih yang menjingga.
Harusnya ini sore yang kesekian kalinya membuatku merindu. Merindu padamu yang selalu membuatku jingga. Entahlah sore hari ini mengabu, tak lagi kutemukan nyanyian pepohonan berdaun hijau dan samudra biru langit beserta gumpalan kapas putihnya yang membentuk pareidolia wajahmu. Yang kulihat hanya kering, kering dedaunan yang dihembus angin entah akan dibawa kemana. Seperti rinduku ini, entah akan berbalaskan rindu olehmu atau hanyalah sekadar dedaunan kering itu, berhembus tak beraturan arah.
Tanpa tersedar, matahari sorepun mulai malu menatapku. Semakin malu ia menatap semakin tersadar aku dalam indahnya. Dan pikirku mungkin ini bukanlah rindu yang mereka selalu sebut. Ini hanya suasana, suasana indah yang akupun tak tau maknanya. Ya, mungkin ini bukan rindu. Dan bukan karena senjamu tak indah, hanya saja aku lebih memilih kesendirian. Saat dimana kebisingan terlalu malu untuk berucap dan mata terlalu malas untuk menatap. Hanya ada aku. Ya, hanya aku dan senyumku...
No comments:
Post a Comment